BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seperti yang
telah kita ketahui bersama, setiap bulan Dzulhijjah umat Islam di seluruh dunia
melaksanakan salah satu rukun Islam yang kelima yaitu ibadah haji ke Baitullah.
Berbeda dengan rukun Islam yang lain bahwa pelaksanaan ibadah haji tidak
semata-mata hanya kemauan setiap individu muslim tetapi kemampuan juga menjadi
syarat terlaksanananya ritual umat Islam seluruh dunia.
Kemauan dapat diartikan sebagai
kayakinan yang mantap seorang muslim kepada Allah bahwa ibadah haji merupakan
kewajiban , sedangkan kemampuan dapat diartikan sebagai bentuk fisik non fisik
seseorang muslim termasuk didalamnya kemampuan keuangan dan kemampuan fisiknya.
Namun demikian keberadaan keduanya sulit terwujud tanpa adanya panggilan Allah
swt.
B. Rumusan Masalah
·
Apa pengertian Haji ditinjau dari
segi bahasa dan Istilah?
·
Bagaimana hukum pelaksanaan ibadah
haji?
·
Bagaimana pengaruh ibadah haji dalam
aspek ekonomi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ibadah Haji
Menurut
bahasa, Haji berarti berziarah atau mengunjungi. Sedang menurut istilah, haji berarti
menziarahi atau mengunjugi Ka’bah dengan mengamalkan rangkaian manasik haji
sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw.
Ibadah haji
adalah puncak keberislaman seseorang. Ibadah haji yang ditempatkan dalam urutan
terakhir dari lima rukun Islam (syahadat, shalat, zakat, puasa) disyariatkan
sebagai penyempurna bagi keberagamaan seseorang. Hanya saja, berbeda dengan
ibadah mahdiah yang lain, haji tidak bisa ditunaikan oleh setiap Muslim.
Untuk melaksanakan ibadah haji, seorang Muslim dipersyaratkan memiliki
kemampuan, baik secara fisik maupun secara finansial.
Haji
merupakan sebuah ibadah seperti ibadah mahdiah pada umumnya, namun para ulama
menyebutkan bahwa ibadah haji lebih lengkap dari yang lainnya sebab ibadah haji
terdapat kegiatan ritual yang tidak ada pada ibadah lainnya. Seperti tawaf,
sa’i, wukuf, lempar jumrah dan rangkaian manasik haji yang lain.
B. Hukum Pelaksanaan Ibadah Haji
Adapun hukum
pelaksanaan haji adalah wajib satu kali seumur hidup bagi orang-orang yang
telah mukallaf (aqil baliq) dan mampu pergi ke Baitullah di kota Mekkah,
sebagaimana dikemukakan oleh Allah dalam surah Ali Imran;97 yang berbunyi:
Ï3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y
“mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah , yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalaan ke Baitullah”
Haji wajib
dilaksanakan dengan segera, yakni setelah mukallaf itu memiliki biaya untuk
berangkat ke kota suci Mekkah, biaya hidup selama di Mekkah, serta biaya untuk
pulang kembali ke kampung halamannya sendiri.
C. Pengaruh Haji terhadap Aspek Ekonomi
Ibadah
haji selain merupakan ibadah ritual yang mencakup berbagai kegiatan fisik dan
spiritual, juga merupakan aktivitas ekonomi yang membutuhkan kapasitas
finansial yang relatif besar. Itulah sebabnya hubungan antara kekayaan dan
ketaqwaan dalam ibadah haji erat sekali, bahkan sebelum seseorang pergi
melaksanakan perjalanan haji, Al-quran memberikan arahan bagi setiap muslim
agar mempersiapkan bekal. Al-quran menyebutkan dua jenis bekal, yaitu bekal
materi dan bekal ketakwaan. Allah berfirman dalam surah Al-baqarah;197, yang
berbunyi:
3 (#rߨrts?ur cÎ*sù uöyz Ï#¨9$# 3uqø)G9$# 4 Èbqà)¨?$#ur Í.<'ré'¯»t É=»t6ø9F{$#
“Berbekallah, dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku wahai
orang-orang yang berakal.”
Akan
tetapi tidak semua orang berkesempatan memenuhi panggilan Haji meskipun
sepanjang hidupnya telah berusaha dan membanting tulang , Allah yang Maha adil,
Maha bijaksana, dan Maha mengetahui tidak memaksakan mereka memenuhi panggilan
Allah melalui Haji. Bagi kaum seperti ini (dhua’fa) Allah menyediakan
kesempatan lainnya untuk memenuhi panggilan mengahadap kepada-Nya melalui
sejumlah ibadah-ibadah lainnya, seperti shalat dan menerima kemiskinan dengan
penuh kesabaran hati. Keduanya, shalat dan haji dalam kedudukan si miskin dan
si kaya berpeluang sama sebagai sarana untuk mengantarkan pribadi muslim menghadap
kepada-Nya. Allah yang Maha adil tidak memandang status sosial, tidak memandang
kualitas ibadah masing-masing , dimana standar kuantitas ibadah si kaya dan si
miskin sudah barang tentu berbeda.
Namun ironisnya,
sekarang ini banyak orang yang hendak melaksanakan Haji cenderung memaksakan dirinya. Maksud
memaksakan disini adalah banyak dari mereka yang karena prestice rela menjual
harta mereka yang tersisa untuk melaksanakan ibadah haji. Padahal harta
tersebut masih sangat mereka butuhkan demi masa depan mereka selanjutnya. Ada
yang sampai menjual semua sawah atau kebunnya untuk melaksanakan ibadah haji
sedangkan setelah pulang haji tidak ada lagi yang bisa dimakan untuk kebutuhan
sehari-harinya.
Itulah kenyataan
masyarakat kita sekarang ini yang menjadikan ibadah haji hanya semata-mata
sebagai ajang untuk unjuk gelar. Padahal seseungguhnya yang dinilai oleh Allah swt
adalah nilai dan keikhlasannya dalam melaksanakan ibadah tersebut sedangkan
pelaksanaan haji adalah panggilan tuhan yang sama sekali tidak bisa dipaksakan
oleh manusia.
Di
samping itu, keterkaitan yang luar biasa antara ibadah haji dengan transaksi
ekonomi menimbulkan hal lain. Dalam haji terjadi interaksi jual beli,
pinjam-meminjam, titipan, dan amanat. Semuanya memerlukan ketakwaan agar dapat
berlangsung dengan baik sesuai ajaran Allah. Dalam haji transaksi keuangan
terjadi dalam berbagai level, mulai dari level jual beli sederhana sampai
transaksi antar negara yang berjumlah besar.
Dalam
Islam hal itu tidak dilarang bahkan dianjurkan. Sebagaimana firman Allah dalam
surah al-Baqarah :198
“Tidak ada
salahnya kalian mencari karunia dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak
dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram. dan berzikirlah
(dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan
Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.”
Yang
dimaksud dengan “mencari karunia dari Tuhan” dalam ayat tersebut adalah
berdagang. Sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Abbas bahwa
beliau berkata, “Adalah Ukazh, Majinnah, dan Dzul Majaz adalah pasar-pasar
(sekitar Makkah) di masa Jahiliyyah. Semula orang-orang merasa berdosa jika
berdagang ketika musim haji sampai turun ayat ini.”
Demikian
juga ad-Daruquthni meriwayatkan bahwa seseorang bertanya kepada Ibnu Umar, dia
berkata, “Aku punya usaha sewa-menyewa di sini. Orang-orang mengatakan kepada
saya bahwa tidak sah haji saya.”
Ibnu
Umar berkata, Rasulullah SAW pernah ditanya dengan pertanyaan yang sama dengan
yang anda tanyakan. Kemudian beliau diam sampai turunlah ayat tersebut. Lalu
Rasulullah berkata, “Engkau dapat melakukan haji.”
Rangkaian
ibadah haji memberikan gambaran miniatur ajaran Islam yang tidak memposisikan
dunia selalu berlawanan dengan akhirat. Haji memberikan gambaran praktis
bagaimana dunia difungsikan sebagai tangga menuju keridhaan Allah dan jembatan
menuju kehidupan akhirat. Karena itu berbagai akitivitas keduniaan tidak
mengganggu kesucian ibadah selama rukun dan kewajiban haji ditunaikan secara baik.
Akan tetapi disamping itu,
penyelenggaraan ibadah haji banyak melibatkan berbagai komponen yang memiliki
nilai ekonomi besar sehingga berpotensi menciptakan lahan bisnis yang sangat
menggiurkan, mulai dari transportasi dari tanah air ke tanah suci, pemondokan,
katering hingga bisnis kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH). Aroma bisnis yang
kental di tangan satu pihak inilah yang selama ini menjadi arena KKN yang
sangat subur.
Penipuan
terhadap jemaah haji yang dilakukan pihak manapun merupakan persoalan yang
perlu diselesaikan bersama. Ketidakjujuran dalam pengelolaan biaya haji baik
oleh oknum pemerintah atau pun swasta sangat berkaitan dengan ujian ketakwaan
yang merupakan inti tujuan haji itu sendiri.
Dari
semua itu perlu kita ketahui bersama bahwa di tengah limpahan rahmat dan
keberkahan yang ada dalam penyelenggaraan haji, sesungguhnya Allah ingin
memberikan ujian bagi siapa pun yang terlibat dalam event suci ini. Kesucian
ibadah haji ternyata juga tidak selamat dari penodaan orang-orang yang hatinya
terjangkiti penyakit ketidakjujuran. Hal ini tentu sangat memprihatinkan, bahwa ibadah haji yang
suci justru tenoda oleh oknum-oknum yang menjadikan ibadah haji sebagai sumber
praktik bisnis dan politik yang tidak terpuji.
Lagipula keuntungan
materi apapun yang didapatkan dari ibadah haji bukanlah harga yang sepadan dari
nilai ibadah itu sendiri. Yang lebih dari itu semua adalah keberkahan manfaat
itu sendiri sedangkan tanda keberkahan adalah manfaat yang berkelanjutan dan
ketenangan hati serta kebahagiaan. Inilah salah satu hikmah yang menyebabkan
Allah SWT memberikan balasan surga bagi haji yang mabrur.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Haji
adalah ibadah wajib dalam rukun islam yang ke-5. Akan tetapi berbeda dengan
ibadah yang lainnya, Haji hanya diiperuntukkan bagi mereka yang dari segi
finansial dan fisik betul-betul mampu.
Ibadah
haji itu sendiri memberi pengaruh yang begitu besar terutama dalam bidang
ekonomi. Tidak sedikit pihak yang rela menjual hartanya agar dapat menunaikan
ibadah haji sedangkan setelah pulang haji tidak ada lagi yang bisa
dimakan untuk kebutuhan sehari-harinya. Akan tetapi di lain sisi, ibadah haji menjadi
lahan bisnis dan dagang bagi lain pihak. Meskipun tidak sedikit dari mereka
yang melakukannya tidak sesuai dengan syariat Islam.
Akan
tetapi, betapapun kita membicarakan tentang pengaruh ekonomi yang tersimpan
dalam ibadah haji, tetap saja yang lebih penting dari itu adalah sejauh mana
hal itu semua memberikan penguatan kepada keimanan kita.
DAFTAR
PUSTAKA
Al Quranul Karim
Masadi. Ghufron Ajib, M.A, 1998, Bekal menuju Tanah Suci HAJI menangkap makna
Fisikal dan Spritual , PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
Rosdaya Dede, M.A,
1996, Materi pokok FIQIH-1, Jakarta:
Ditjen Binbaga Islam
http//okezone.com
Merkur Futur Futur 37C Double Edge Safety Razor
BalasHapusThis is one kadangpintar of the few 메리트카지노 safety razors 메리트카지노총판 I have ever owned. This Merkur Futur is the ideal wet shaver for wet shavers. Chrome Finish · Closed Comb Chrome · Closed €34.99 · Out of stock